Pages

Sabtu, 11 Mei 2013

Perubahan Evolusi Budaya


Perubahan Evolusi Budaya
Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari
                Usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial dari masyarakat berburu menuju ke masyarakat agraris.
Evolusi kebudayaan bisa didefenisikan sebagai suatu perubahan atau perkembangan kebudayaan, seperti perubahan dari bentuk sederhana menjadi kompleks .Perubahan itu biasanya bersifat lambat laun. Paradigma yang berkaitan dengan konsep evolusi tersebut adalah evolusionalisme yang berarti cara pandang yang menekankan perubahan lambat-laun menjadi lebih baik atau lebih maju dari sederhana ke kompleks.
Berikut pembahasan penulis mengenai teori evolusi kebudayaan :

1.          Evolusi kebudayaan
Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari
                usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial dari masyarakat berburu menuju ke masyarakat agraris.
Evolusi kebudayaan bisa didefenisikan sebagai suatu perubahan atau perkembangan kebudayaan, seperti perubahan dari bentuk sederhana menjadi kompleks .Perubahan itu biasanya bersifat lambat laun. Paradigm yang berkaitan dengan konsep evolusi tersebut adalah evolusionalisme yang berarti cara pandang yang menekankan perubahan lambat-laun menjadi lebih baik atau lebih maju dari sederhana ke kompleks.
Tak berlebihan apabila dikatakan bahwa evolusionalisme dikatakan sebagai landasan awal bagi pembentukan berbagai paradigma dalam antropologi.  Menurut hemat penulis, meskipun sebagian paradigm saat ini mengatakan tidak sepakat dengan evolusionalisme namun secara sadar ataupun tidak sadar antropolog dan juga ahli ilmu social lainnya menggunakan ungkapan-ungkapan evolusionistik seperti “sederhana-kompleks”, “kemajuan-kemunduran”, “tradisional-modern”, atau “desa-kota” dalam menanggapi gejala sosial tetentu. Dengan kata lain, banyak pikiran dalam evolusionisme tetap hadir dalam paradigm-paradigma antropologi social budaya masa kini.

2.      Proses Evolusi Sosial Secara Universal menurut para ahli
Menurut konsep evolusi secara universal mengatakan bahwa masyarakat manusia berkembang secara lambat ( berevolusi ) dari tingkat-tingkat rendah dan sederhana menuju ke tingkat yang lebih tinggi dan kompleks. Dimana kecepatan perkembangannya atau proses evolusinya berbeda-beda setiap wilayah yang ada di muka bumi ini. Itu sebabnya sampai saat ini masih ada juga kelompok-kelompok manusia yang hidup dalam masyarakat yang bentuknya belum banyak berobah dari dahuu hingga saat ini kebudayaannya.
Konsep evolusi sosial universal menurut H. Spencer
1)      Teori mengenai asal mula religi
Spencer megatakan bahwa semua bangasa yang ada di dunia ini, religi itu dimulai dengan adanya rasa sadar dan takut akan maut. Spencer mengatakan bahwa bentuk religi yang tertua adalah religi terhadap penyambahan roh-roh nenek moyang moyang yang merupakan personifikasi dari jiwa-jiwa orang yang telah meninggal. Bentuk religi yang tertua ini pada semua bangsa di dunia ini akan berevolusi ke bentuk religi yang lebih komplex yaitu penyembahan kepada dewa-dewa, seperti dewa kejayaan, dewa perang, dewa kebijaksaan, dewa kecantikan, dewa maut ( konetjaranigrat,1980:35 ) dan dewa lainnya.
Dewa-dewa yang menjadi pusat orientasi dan penyembahan manusia dalam tingkat evolusi religi seperti itu mempunyai cirri-ciri yang mantap dalam bayangan seluruh umatnya, karena tercantum dalam mitologi yang seringkali telah berada dalam bentuk tulisan.
Elovusi dari religi itu dimulai dari penyembahan kepada nenek moyang ke tingkat penyembahan dewa-dewa.Kebudayaan berevolusi karena didorong oleh suatu kekuatan mutlak yang disebut dengan evolusi universal. H.Spencer berpendapat bahwa perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari setiap bangsa di dunia akan melewati tingkat-tingkat yang sama. Namun Ia tidak mengabaikan fakta bahwa perkembangan dari tiap-tiap masyarakat atau sub-sub kebudayaan dapat mengalami proses evolusi dalam tingkat-tingkat yang berbeda.
Pada suatu bangsa misalnya, mungkin timbul keyakinan akan kelahiran kembali, dan karena dalam suatu religi seperti itu aka nada keyakinan bahwa roh manusia itu bisa dilahirkan kembali ke dalam tubuh binatang, maka terjadi suatu kelompok religi dimana manusia menyembah binatang atau roh binatang. Pada suatu masa binatang-binatang itu akan dianggap sebagai lambing dari sifat-sifat yang dicita-citakan atau ditakuti oleh manusia, seperti misalnya burung elang menjadi lambing kejayaan, gajah menjadi lambing kebijaksanaan, singa menjadi lambang peperangan dan sebagainya. Dengan demikian manusia yang menghormati binatang tadi mulai menghormati dewa kejayaan, dewa kebijaksanaan, dewa peperangan dan sebagainya, yang seringkali memang berwujud binatang.
Dalam permasalahan tersebut Spencer juga memberikan pandangannya terhadap proses evolusi secara umum. Spencer mengatakan, dalam evolusi sosial aturan-aturan hidup manusia serta hukum yang dapat dipaksakan tahan dalam masyarakat, adalah hukum yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat yang paling cocok dengan masyarakat di mana mereka hidup.
2)      Teori tentang evolusi hukum dalam masyarakat
Spencer mengatakan bahwa hukum yang ada dalam masyarakat pada awalnya adalah hukum keramat. Hukum keramat bersumber atau berasal dari nenek moyang yang berupa aturan hidup dan pergaulan. Masyarakat yakin dan takut, apabila melanggar hukum ini maka nenek moyang akan marah. Selanjutnya masyarakat manusia semakin komplex sehingga hukum keramat tadi semakin berkurang pengaruhnya terhadap keadaan masyarakat atau hukum keramat tersebut tidak cocok lagi.
Maka timbullah hukum sekuler yaitu hukum yang berlandaskan azas saling butuh-membutuhkan secara timbal balik di dalam masyarakat. Namun karena jumlah masyarakat semakin banyak maka dibutuhkan sebuah kekuasaan otoriter dari raja untuk menjaga hukum sekuler tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, timbullah masyarakat beragama sehingga kekuasaan otoriter Rajapun tidak lagi cukup. Untuk mengatasi hal tersebut , ditanamkanlah suatu keyakinan kepada masyarakat yang mengatakan bahwa raja adalah keturunan dewa sehingga hukum yang dijalankan adalah hukum keramat.
Pada perkembangan selanjutnya timbullah masyarakat industri,dimana kehidupan manusia semakin bersifat individualis yaitu suatu sifat yang mementingkan diri sendiri tanpa melihat kepentingan bersama. Sehingga hukum keramat raja tidak lagi mampu untuk mengatur kehidupan masyarakat. Maka munculah hukum baru yang berazaskan saling butuh-membutuhkan antara masyarakat. Lahirlah suatu hukum baru yang disebut dengan undang-undang.
Dalam masalah tersebut terakhir spencer sempat mengajukan juga pandangannya tentang makhluk yang bisa hidup langsung adalah yang bisa cocok dengan persyaratan yang terdapat dalam lingkungan alamnya. Maka dalam evolusi social aturan-aturan hidup manusia serta hukum yang dapat dipaksakan dalam masyarakat adalah hukum yang dapat melindungi kebutuhan para warga masyarakat adalah hukum yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat yang paling berkuasa, yang paling pandai, dan yang paling mampu.


Evolusi budaya
Berbicara tentang evolusi manusia, kita tidak cukup berbicara mengenai evolusi biologis saja. Manusia bukan hanya makhluk biologis, tetapi juga sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mengalami evolusi lain, yaitu evolusi kultur atau budaya. Manusia mempunyai tata cara hidup, kebiasaan dan norma dan aspek-aspek kultural lainnya yang senantiasa berubah dan menjadi kompleks dari waktu ke waktu. Suatu bentuk evolusi lain yang menjadikannya sebagai makhluk hidup yang paling dominan dan adaptif terhadap lingkungannya saat ini.
Evolusi budaya merupakan suatu proses evolusi atau prosos perubahan budaya yang terjadi hingga saat ini. Kita bisa mengamati bagaimana fakta akan evolusi tersebut dalam banyak hal, seperti dalam bahasa, gaya hidup hingga ke dinamika dalam sistem ekonomi.
Pertanyaannya apakah prinsip-prinsip dalam evolusi hayati juga berlaku dalam evolusi kultur atau sosial? Untuk menjawab itu, seorang biolog Robert Boyd (2005), mengajukan beberapa proposisi terkait dengan evolusi budaya diantaranya:
Budaya merupakan informasi yang didapatkan oleh suatu individu dari orang lain melalui pengajaran, imitasi atau bentuk pembelajaran sosial lainnya.
Perubahan budaya haruslah dimodelkan sebagai suatu proses Evolusi Darwinian.
Budaya merupakan sebahagian dari evolusi biologis.
Evolusi budaya membuat evolusi manusia menjadi berbeda dengan evolusi makhluk hidup lainnya.


Gen dan budaya berevolusi.
Namun, harus disadari bahwa sistem sosial sendiri merupakan sistem yang tersusun atas banyak individu yang secara aktif berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain, saling bertukar informasi dan kemudian mentransmisikannya satu sama lain baik intra maupun inter-generasi. Ia merupakan sistem yang terbuka, yang beradaptasi dengan kondisi lingkungannya dan kemudian berubah secara dinamik dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan tersebut. Dalam persepektif hubungan mikro-makro, budaya merupakan suatu keadaan makro yang membrojol dari interaksi individu-individu di tingkatan mikro. Komunikasi antar individu dan pertukaran informasi dan ide diantara mereka, muncul sebagai sebuah kepercayaaan, norma, kebiasaan dan budaya secara umum. Jelasnya, budaya merupakan fenomena makro yang membrojol akibat hubungan interaksi, komunikasi dan saling pengaruh mempengaruhi diantara individunya.
Propoposi yang diajukan Boyd, pada dasarnya lebih di dasarkan pada fakta-fakta yang didapatinya dari kajian antropologi dan linguistik. Sebagai seorang biolog, ia mendapati bagaimana spesies yang secara genetik berkorelasi akan mempunyai budaya dan bahasa yang mirip satu sama lain. Namun dalam memodelkan bagaimana proses ini terjadi secara Darwinian, belum ada yang cukup baku yang diterima oleh para ilmuwan. Jawaban yang cukup menjanjikan datang dari konsep memetika, yang secara umum memandang bahwa sistem sosial dan budaya, tersusun atas unit hereditas yang dinamakan meme (karakter budaya).
B. Sudut pandang memetika
Memodelkan evolusi kultural dari sudut pandang memetika (ilmu yang mempelajari meme), kita tentu harus menyadari bahwa pada dasarnya kultur merupakan suatu sistem bertingkat yang didalamnya mengandung berbagai elemen-elemen kultur tertentu yang senantiasa berubah secara dinamik, dimana perubahan ini terjadi karena adanya dinamika dalam masyarakat itu sendiri – baik melalui proses asimilasi, akulturasi, komunikasi maupun interaksi antar individu. Fenomena evolusi kultural bisa kita lihat sebagai pola dinamik, dimana elemen kultur terbut bukan hanya menyebar dan bertransmisi dari satu individu ke individu lainnya, melainkan juga bagaimana elemen-elemen tadi secara dinamik berubah selama proses transmisi tersebut. Meme bisa dipandang sebagai sebuah unit yang paling kecil dari kultur, seperti not musik atau cara menggunakan sepatu, hingga bagian yang lebih besar seperti nasionalisme atau agama, sehingga memetika pada hakikatnya merupakan suatu alat analisis yang dapat menjelaskan fenomena dalam sistem kultur atau aspek-aspek kultural, diseminasi dan propagasinya, hingga evolusinya. Memetika juga bisa kita lihat sebagai sebuah cara bagaimana suatu objek kultur atau sistem bertransmisi dari satu orang ke yang lainnya dalam prespektif virus akal budi.
Dawkin menyebutkan bahwa meme merupakan suatu unit informasi yang tersimpan di otak dan menjadi unit replikator dalam evolusi kultur manusia. Meme tersebut bisa berupa ide, gaya berpakaian, tata cara ibadah, norma dan aspek kultur lainnya. Meme dalam sistem kultural manusia berperilaku dan mempunyai karakteristik selayaknya gen dalam sistem biologis, yang bisa bereplikasi sendiri dan bermutasi. Konsep meme yang dilontarkannya ini kemudian mengundang banyak perdebatan dikalangan biolog dan sosiolog, terlebih karena ia sendiri tidak memberikan penjelasan yang cukup gamblang mengenai bagaimana unit informasi dalam otak tersebut mengontrol perilaku manusia, dan pada akhirnya kultur manusia, serta bagaimana mekanisme replikasi serta transmisi dari meme itu sendiri. Hal ini juga yang menjadikan definisi meme pada perkembangannya menjadi begitu banyak dan seakan tidak menemukan titik temu satu sama lainnya.
Perdebatan ini menjadi terkadang cukup kontraproduktif tatkala melupakan esensi dari memetik sendiri sebagai sebuah alat analisis yang berupaya menganalisis dinamika perubahan budaya dalam persepektif evolusi. Memetika harus dipandang sebagai alat analisis alternatif baru yang bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena evolusi kultural.

3 komentar:

  1. Iklannya ngehalangin gan tolong di pindahin gitu atau bisa di close makasih

    BalasHapus
  2. @mega puspita... ane ga masang iklan sama sekali di blog ini gan... mana yg ngalangin?

    BalasHapus
  3. ada bukunya, sebagai dasar??

    BalasHapus