Perubahan Evolusi Budaya
Perubahan evolusi adalah
perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang
cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan.
Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat,
yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari
Usaha-usaha masyarakat guna
menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan
masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial dari masyarakat
berburu menuju ke masyarakat agraris.
Evolusi kebudayaan bisa
didefenisikan sebagai suatu perubahan atau perkembangan kebudayaan, seperti
perubahan dari bentuk sederhana menjadi kompleks .Perubahan itu biasanya
bersifat lambat laun. Paradigma yang berkaitan dengan konsep evolusi tersebut
adalah evolusionalisme yang berarti cara pandang yang menekankan perubahan
lambat-laun menjadi lebih baik atau lebih maju dari sederhana ke kompleks.
Berikut pembahasan penulis mengenai teori evolusi
kebudayaan :
1.
Evolusi
kebudayaan
Perubahan evolusi adalah
perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang
cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan.
Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat,
yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari
usaha-usaha masyarakat guna
menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan
masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial dari masyarakat
berburu menuju ke masyarakat agraris.
Evolusi kebudayaan bisa didefenisikan
sebagai suatu perubahan atau perkembangan kebudayaan, seperti perubahan dari bentuk
sederhana menjadi kompleks .Perubahan itu biasanya bersifat lambat laun.
Paradigm yang berkaitan dengan konsep evolusi tersebut adalah evolusionalisme
yang berarti cara pandang yang menekankan perubahan lambat-laun menjadi lebih
baik atau lebih maju dari sederhana ke kompleks.
Tak berlebihan apabila dikatakan
bahwa evolusionalisme dikatakan sebagai landasan awal bagi pembentukan berbagai
paradigma dalam antropologi. Menurut
hemat penulis, meskipun sebagian paradigm saat ini mengatakan tidak sepakat
dengan evolusionalisme namun secara sadar ataupun tidak sadar antropolog dan
juga ahli ilmu social lainnya menggunakan ungkapan-ungkapan evolusionistik
seperti “sederhana-kompleks”, “kemajuan-kemunduran”, “tradisional-modern”, atau
“desa-kota” dalam menanggapi gejala sosial tetentu. Dengan kata lain, banyak
pikiran dalam evolusionisme tetap hadir dalam paradigm-paradigma antropologi
social budaya masa kini.
2. Proses Evolusi Sosial Secara Universal
menurut para ahli
Menurut konsep evolusi secara
universal mengatakan bahwa masyarakat manusia berkembang secara lambat (
berevolusi ) dari tingkat-tingkat rendah dan sederhana menuju ke tingkat yang
lebih tinggi dan kompleks. Dimana kecepatan perkembangannya atau proses
evolusinya berbeda-beda setiap wilayah yang ada di muka bumi ini. Itu sebabnya
sampai saat ini masih ada juga kelompok-kelompok manusia yang hidup dalam
masyarakat yang bentuknya belum banyak berobah dari dahuu hingga saat ini
kebudayaannya.
Konsep evolusi
sosial universal menurut H. Spencer
1) Teori mengenai asal mula religi
Spencer megatakan bahwa semua
bangasa yang ada di dunia ini, religi itu dimulai dengan adanya rasa sadar dan
takut akan maut. Spencer mengatakan bahwa bentuk religi yang tertua adalah
religi terhadap penyambahan roh-roh nenek moyang moyang yang merupakan
personifikasi dari jiwa-jiwa orang yang telah meninggal. Bentuk religi yang
tertua ini pada semua bangsa di dunia ini akan berevolusi ke bentuk religi yang
lebih komplex yaitu penyembahan kepada dewa-dewa, seperti dewa kejayaan, dewa
perang, dewa kebijaksaan, dewa kecantikan, dewa maut ( konetjaranigrat,1980:35
) dan dewa lainnya.
Dewa-dewa yang menjadi pusat
orientasi dan penyembahan manusia dalam tingkat evolusi religi seperti itu
mempunyai cirri-ciri yang mantap dalam bayangan seluruh umatnya, karena
tercantum dalam mitologi yang seringkali telah berada dalam bentuk tulisan.
Elovusi dari religi itu dimulai dari
penyembahan kepada nenek moyang ke tingkat penyembahan dewa-dewa.Kebudayaan
berevolusi karena didorong oleh suatu kekuatan mutlak yang disebut dengan
evolusi universal. H.Spencer berpendapat bahwa perkembangan masyarakat dan
kebudayaan dari setiap bangsa di dunia akan melewati tingkat-tingkat yang sama.
Namun Ia tidak mengabaikan fakta bahwa perkembangan dari tiap-tiap masyarakat
atau sub-sub kebudayaan dapat mengalami proses evolusi dalam tingkat-tingkat
yang berbeda.
Pada suatu bangsa misalnya, mungkin
timbul keyakinan akan kelahiran kembali, dan karena dalam suatu religi seperti
itu aka nada keyakinan bahwa roh manusia itu bisa dilahirkan kembali ke dalam
tubuh binatang, maka terjadi suatu kelompok religi dimana manusia menyembah
binatang atau roh binatang. Pada suatu masa binatang-binatang itu akan dianggap
sebagai lambing dari sifat-sifat yang dicita-citakan atau ditakuti oleh
manusia, seperti misalnya burung elang menjadi lambing kejayaan, gajah menjadi
lambing kebijaksanaan, singa menjadi lambang peperangan dan sebagainya. Dengan
demikian manusia yang menghormati binatang tadi mulai menghormati dewa
kejayaan, dewa kebijaksanaan, dewa peperangan dan sebagainya, yang seringkali
memang berwujud binatang.
Dalam permasalahan tersebut Spencer
juga memberikan pandangannya terhadap proses evolusi secara umum. Spencer
mengatakan, dalam evolusi sosial aturan-aturan hidup manusia serta hukum yang
dapat dipaksakan tahan dalam masyarakat, adalah hukum yang melindungi kebutuhan
para warga masyarakat yang paling cocok dengan masyarakat di mana mereka hidup.
2) Teori tentang evolusi hukum dalam
masyarakat
Spencer mengatakan bahwa hukum yang
ada dalam masyarakat pada awalnya adalah hukum keramat. Hukum keramat bersumber
atau berasal dari nenek moyang yang berupa aturan hidup dan pergaulan.
Masyarakat yakin dan takut, apabila melanggar hukum ini maka nenek moyang akan
marah. Selanjutnya masyarakat manusia semakin komplex sehingga hukum keramat
tadi semakin berkurang pengaruhnya terhadap keadaan masyarakat atau hukum
keramat tersebut tidak cocok lagi.
Maka timbullah hukum sekuler yaitu
hukum yang berlandaskan azas saling butuh-membutuhkan secara timbal balik di
dalam masyarakat. Namun karena jumlah masyarakat semakin banyak maka dibutuhkan
sebuah kekuasaan otoriter dari raja untuk menjaga hukum sekuler tersebut. Dalam
perkembangan selanjutnya, timbullah masyarakat beragama sehingga kekuasaan
otoriter Rajapun tidak lagi cukup. Untuk mengatasi hal tersebut , ditanamkanlah
suatu keyakinan kepada masyarakat yang mengatakan bahwa raja adalah keturunan
dewa sehingga hukum yang dijalankan adalah hukum keramat.
Pada perkembangan selanjutnya
timbullah masyarakat industri,dimana kehidupan manusia semakin bersifat
individualis yaitu suatu sifat yang mementingkan diri sendiri tanpa melihat
kepentingan bersama. Sehingga hukum keramat raja tidak lagi mampu untuk
mengatur kehidupan masyarakat. Maka munculah hukum baru yang berazaskan saling
butuh-membutuhkan antara masyarakat. Lahirlah suatu hukum baru yang disebut
dengan undang-undang.
Dalam masalah tersebut terakhir
spencer sempat mengajukan juga pandangannya tentang makhluk yang bisa hidup
langsung adalah yang bisa cocok dengan persyaratan yang terdapat dalam
lingkungan alamnya. Maka dalam evolusi social aturan-aturan hidup manusia serta
hukum yang dapat dipaksakan dalam masyarakat adalah hukum yang dapat melindungi
kebutuhan para warga masyarakat adalah hukum yang melindungi kebutuhan para
warga masyarakat yang paling berkuasa, yang paling pandai, dan yang paling
mampu.
Evolusi budaya
Berbicara tentang
evolusi manusia, kita tidak cukup berbicara mengenai evolusi biologis saja.
Manusia bukan hanya makhluk biologis, tetapi juga sosial. Sebagai makhluk
sosial, manusia mengalami evolusi lain, yaitu evolusi kultur atau budaya.
Manusia mempunyai tata cara hidup, kebiasaan dan norma dan aspek-aspek kultural
lainnya yang senantiasa berubah dan menjadi kompleks dari waktu ke waktu. Suatu
bentuk evolusi lain yang menjadikannya sebagai makhluk hidup yang paling
dominan dan adaptif terhadap lingkungannya saat ini.
Evolusi budaya
merupakan suatu proses evolusi atau prosos perubahan budaya yang terjadi hingga
saat ini. Kita bisa mengamati bagaimana fakta akan evolusi tersebut dalam
banyak hal, seperti dalam bahasa, gaya hidup hingga ke dinamika dalam sistem
ekonomi.
Pertanyaannya apakah
prinsip-prinsip dalam evolusi hayati juga berlaku dalam evolusi kultur atau
sosial? Untuk menjawab itu, seorang biolog Robert Boyd (2005), mengajukan
beberapa proposisi terkait dengan evolusi budaya diantaranya:
Budaya merupakan
informasi yang didapatkan oleh suatu individu dari orang lain melalui
pengajaran, imitasi atau bentuk pembelajaran sosial lainnya.
Perubahan budaya
haruslah dimodelkan sebagai suatu proses Evolusi Darwinian.
Budaya merupakan
sebahagian dari evolusi biologis.
Evolusi budaya membuat
evolusi manusia menjadi berbeda dengan evolusi makhluk hidup lainnya.
Gen dan budaya
berevolusi.
Namun, harus disadari
bahwa sistem sosial sendiri merupakan sistem yang tersusun atas banyak individu
yang secara aktif berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain, saling
bertukar informasi dan kemudian mentransmisikannya satu sama lain baik intra
maupun inter-generasi. Ia merupakan sistem yang terbuka, yang beradaptasi
dengan kondisi lingkungannya dan kemudian berubah secara dinamik dan
beradaptasi dengan perubahan lingkungan tersebut. Dalam persepektif hubungan
mikro-makro, budaya merupakan suatu keadaan makro yang membrojol dari interaksi
individu-individu di tingkatan mikro. Komunikasi antar individu dan pertukaran
informasi dan ide diantara mereka, muncul sebagai sebuah kepercayaaan, norma,
kebiasaan dan budaya secara umum. Jelasnya, budaya merupakan fenomena makro
yang membrojol akibat hubungan interaksi, komunikasi dan saling pengaruh
mempengaruhi diantara individunya.
Propoposi yang
diajukan Boyd, pada dasarnya lebih di dasarkan pada fakta-fakta yang
didapatinya dari kajian antropologi dan linguistik. Sebagai seorang biolog, ia
mendapati bagaimana spesies yang secara genetik berkorelasi akan mempunyai
budaya dan bahasa yang mirip satu sama lain. Namun dalam memodelkan bagaimana
proses ini terjadi secara Darwinian, belum ada yang cukup baku yang diterima
oleh para ilmuwan. Jawaban yang cukup menjanjikan datang dari konsep memetika,
yang secara umum memandang bahwa sistem sosial dan budaya, tersusun atas unit
hereditas yang dinamakan meme (karakter budaya).
B. Sudut pandang
memetika
Memodelkan evolusi
kultural dari sudut pandang memetika (ilmu yang mempelajari meme), kita tentu
harus menyadari bahwa pada dasarnya kultur merupakan suatu sistem bertingkat
yang didalamnya mengandung berbagai elemen-elemen kultur tertentu yang
senantiasa berubah secara dinamik, dimana perubahan ini terjadi karena adanya
dinamika dalam masyarakat itu sendiri – baik melalui proses asimilasi,
akulturasi, komunikasi maupun interaksi antar individu. Fenomena evolusi
kultural bisa kita lihat sebagai pola dinamik, dimana elemen kultur terbut
bukan hanya menyebar dan bertransmisi dari satu individu ke individu lainnya,
melainkan juga bagaimana elemen-elemen tadi secara dinamik berubah selama
proses transmisi tersebut. Meme bisa dipandang sebagai sebuah unit yang paling
kecil dari kultur, seperti not musik atau cara menggunakan sepatu, hingga
bagian yang lebih besar seperti nasionalisme atau agama, sehingga memetika pada
hakikatnya merupakan suatu alat analisis yang dapat menjelaskan fenomena dalam
sistem kultur atau aspek-aspek kultural, diseminasi dan propagasinya, hingga
evolusinya. Memetika juga bisa kita lihat sebagai sebuah cara bagaimana suatu
objek kultur atau sistem bertransmisi dari satu orang ke yang lainnya dalam
prespektif virus akal budi.
Dawkin menyebutkan
bahwa meme merupakan suatu unit informasi yang tersimpan di otak dan menjadi
unit replikator dalam evolusi kultur manusia. Meme tersebut bisa berupa ide,
gaya berpakaian, tata cara ibadah, norma dan aspek kultur lainnya. Meme dalam
sistem kultural manusia berperilaku dan mempunyai karakteristik selayaknya gen
dalam sistem biologis, yang bisa bereplikasi sendiri dan bermutasi. Konsep meme
yang dilontarkannya ini kemudian mengundang banyak perdebatan dikalangan biolog
dan sosiolog, terlebih karena ia sendiri tidak memberikan penjelasan yang cukup
gamblang mengenai bagaimana unit informasi dalam otak tersebut mengontrol
perilaku manusia, dan pada akhirnya kultur manusia, serta bagaimana mekanisme
replikasi serta transmisi dari meme itu sendiri. Hal ini juga yang menjadikan
definisi meme pada perkembangannya menjadi begitu banyak dan seakan tidak
menemukan titik temu satu sama lainnya.
Perdebatan ini menjadi
terkadang cukup kontraproduktif tatkala melupakan esensi dari memetik sendiri
sebagai sebuah alat analisis yang berupaya menganalisis dinamika perubahan
budaya dalam persepektif evolusi. Memetika harus dipandang sebagai alat
analisis alternatif baru yang bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena evolusi
kultural.
Iklannya ngehalangin gan tolong di pindahin gitu atau bisa di close makasih
BalasHapus@mega puspita... ane ga masang iklan sama sekali di blog ini gan... mana yg ngalangin?
BalasHapusada bukunya, sebagai dasar??
BalasHapus