Penalaran
Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi– proposisi yang sejenis,
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses
inilah yang disebut menalar.
Proposisi
Penalaran (reasoning,
jalan pikiran) adalah suatu proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan
fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju suatu kesimpulan.
Penalaran merupakan sebuah proses berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan yang
logis. Penalaran bukan saja dapat dilakukan dengan mempergunakan kata-kata yang
masih berbentuk polos, tetapi juga dilakukan dengan mempergunakan fakta-fakta
yang telah dirumuskan dalam kalimat-kalimat yang berbentuk pendapat atau kesimpulan.
Kalimat-kalimat semacam ini, dalam hubungannya dengan proses berpikir tadi
disebut proposisi. Proposisi dapat kita batasi sebagai pernyataan yang dapat
dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung
didalammnya. Sebuah pernyataan dapat dibenarkan bila terdapat bahan-bahan atau
fakta-fakta yang kuat untuk membuktikannya. Sebaliknya sebuah pernyataan atau
proposisi dapat disangkal atau ditolak apabila terdapat fakta-fakta yang kuat
untuk menentangnya. Untuk contoh lebih jelasnya sebagai berikut :
Semua
manusia akan mati pada suatu waktu
Beberapa
orang Indonesia memiliki kekayaan yang berlimpah-limpah
Kota
Bandung hancur dalam Perang Dunia Kedua karena bom atom.
Semua gajah
lelah pada tahun 1980.
Keempat
kalimat diatas merupakan proposisi, kedua kalimat yang pertama dapat dibuktikan
kebenarannya, dan kedua kalimat terahir dapat ditolak karena fakta-fakta yang
ada menentang kebenarannya. Tetapi keempat kalimat tersebut tetap merupakan
proposisi.
Inferensi
dan Implikasi
Fakta : hal yang ada tanpa memerhatikan atau mempersoalkan bagaimana pendapat orang lain.
Inferensi ( infere ) : menarik kesimpulan.
Implikasi ( implicare ) : melibat / merangkum.
Inferensi : kesimpulan yang diturunkan dari fakta
yang ada.
Implikasi : rangkuman, sesuatu yang dianggap
Tiap
proposisi dapat mencerminkan dua macam kemungkinan, pertama ia merupakan
ucapan-ucapan faktual sebagai akibat dari pengalaman seseorang mengenai suatu
hal. Kedua proposisi dapat juga merupakan pendapat, atau kesimpulan seseorang
mengenai suatu hal. Untuk membuktikan kebenaran yang terkandung dalam sebuah
kesimpulan, harus dicari dan di uji fakta-fakta yang dijadikan landasan untuk
menyusun kesimpulan itu. Fakta adalah apa saja yang ada, baik perbuatan yang
dilakukan maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang ada di alam
ini tanpa memperhatikan atau mempersoalkan bagai mana pendapat orang-orang
tentangnya.
Kata inferensi berasal
dari kata Latin inferred yang berarti menarik
kesimpulan. Kata implikasi juga berasal dari bahasa
latin, yaitu dari kataimplicare yang berarti melibat atau merangkum. Dalam
logika, juga dalam ilmiah lainnya, kata inferensi adalah kesimpulan yang
diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta yang ada. Sedangkan implikasi adalah
rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena sudah dirangkum dalam fakta atau
efidansi itu sendiri.
Wujud Evidensi
Unsur yang
paling penting dalam suatu tulisan argumentative adalah evidensi.
Pada hakikatnya evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua
informasi, atau autoritas dan sebagainya yang di hubung-hubungkan untuk
membuktikan suatu kebenaran.fakta dalam kedudukan sebagai efidensi tidak boleh
dicampur adukkan dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan dan penegasan.Pernyataan
tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap sebuah evidensi, ia hanya sekedar
menegaskan apakah fakta itu benar atau tidak. Dalam argumentasi, seorang
penulis boleh mengandalkan argumentasinya pada pernyataan saja, bila ia
menganggap pendengar sudah mengetahui fakta-faktanya, serta memahami sepenuhnya
kesimpulan-kesimpulan yang diturunkan daripadanya.
Dalam
wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi.Yang
dimagsud dengan data atau informasi adalah
bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Biasanya semua
bahan informasi berupa statistik, dan heterangan-keterangan yang dikumpulkan
atau di berikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya dimasukkan kedalam
pengertian data daninformasi. Untuk itu penulis atau
pembicara harus mengadakan pengujian atas data dan informasi tersebut, apakah
semua bahan keterangan itu merupakan fakta. Fakta adalah sesuatu
yang sesungguhnya terjadi, atau yang ada secara nyata. Dalam wujudnya paling rendah , evidensi
berbentuk data & informasi (keterangan yang diproleh dari sumber tertentu).
Cara Menguji Data
Supaya data
dan informasi dapat di pergunakan dalam penalaran data dan informasi itu harus
merupakan fakta. Dalam kedudukannya yang pasti sebagai data, bahan-bahan itu
siap digunakan sebagai evidensi. Oleh sebab itu perlu diadakan
pengujian-pengujian melalui cara-cara tertentu. Di bawah ini akan di kemukakan
beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk mengadakan pengujian tersebut.
a. Observasi
Fakta-fakta
yanag telah diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seseorang
pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus
dapat menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha menyakinkan para pembaca, maka
kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi
singkat untuk mengecek data atau informasi itu dan sesungguhnya dalam beberapa
banyak hal pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh seseorang, biasanya
didasarkan pula atas observasi yang telah diadakan.
b. Kesaksian
Keharusan
menguji data dan informasi, tidak selalu harus diakukan dengan observasi. Kadang-kadang
sangat sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakan observasi atas obyek yang
akan dibicarakan. Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang
harus di keluarkan. Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat
melakukan pengujian dan meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang
telah mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan itu. Demikian pula
halnya dengan penulis dan pengarang atau penulis, untuk memperkuat evidensinya
mereka dapat mempergunakan kesaksian orang lain yang telah mengalami peristiwa
tersebut.
c. Autoritas
Cara ketiga
yang dapat dipergunakan untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi
adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli,
atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan
semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai
dengan keahlian mereka dalam bidang itu.
Cara Menguji Fakta
Sebagai
telah dikemukakan diatas, untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita
peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian, apakah data-data
atau informasi itu merupakan kenyataan atau hal-hal yang sunguh-sungguh
terjadi. Penilaian tingkat pertama hanya diarahkan untuk mendapatkan keyakinan
bahwa semua keyakinan itu adalah fakta.
a. Konsistensi
Dasar pertama
yang harus dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai
evidensi adalah konsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan
mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat
konsisten, tidak ada suatu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang
lain.
b. Koherensi
Dasar kedua
yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian atau fakta mana yang dapat
dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi.Semua fakta
yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula koherendengan
pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang
berlaku.
Cara Menilai Autoritas
Seorang
penulis yang baik dan obyektif selalu akan menghindari semua desas-desus, atau
kesaksian tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan apa pula apa yang
hanya merupakan pendapat saja, atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan
atas penelitian atau data-data fundamental. Demikian pula sikap seorang penulis
menghadapi pendapat autoritas. Ada kemungkinan bahwa suatu autoritas dapat
melakukan suatu kesalahan-kesalahan. Untuk menilai suatu otoritas, penulis
dapat memilih beberapa pokok berikut :
a. Tidak Mengandung Prasangka
Dasar
pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah pendapat autoritas sama sekali
tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangkaartinya
pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu
sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya.
Pengertiantidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu
bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data
eksperimentalnya. Bila faktor-faktor itu tidak mempengaruhi autoritas itu, maka
pendapatnya dapat dianggap sebagai suatu pendapat yang obyektif.
b. Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
Dasar kedua
yang harus diperhitungkan penulis untuk memperhitungkan penulis untuk menilai
pendapat suatu otoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas.
Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal, pendididkan yang diperolehnya
harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli
yang diperoleh melalui pendidikan tadi. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh
autoritas, penelitian-penelitian yang dilakukan dan prestasi hasil-hasil
penelitian dan hasil pendapatnya akan lebih memperkokoh kedudukannya, dengan
catatan bahwa syarat pertama diatas harus juga di perhatikan.
c. Kemashuran dan Prestise
Faktor
ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah
meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas
itu hanya sekedar bersembunyi dibalik kemasyuran dan prestise pribadi dibidang
lain. Apakah ahli itu menyertakan pendapatnya dengan fakta-fakta yang
meyakinkan.
d. Koherensi dengan Kemajuan
Hal keempat
yang perlu diperhatikan oleh penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang
diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dengan kemajuan jaman, atau
koheren dengan pendapat atau sikap terahir dalam bidang itu. Pengetahuan dan
pendapat terahir tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik.
Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat terahir dari ahli-ahli dalam bidang
yang sama lebih dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu
memperoleh kesempatan yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat
sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukan atau kelemahannya, sehingga
mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat di
pertanggung jawabkan.
Untuk
melihat bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah
diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan
hanya pada suatu autoritas. Dengan bersandar pada suatu autoritas saja, maka
hal itu diperlihatkan bawha penulis karangan telah benar-benar mempersiapkan
diri.
Responses
0 Respones to "Penalaran"
Posting Komentar